Profil Desa Banjarsari

Ketahui informasi secara rinci Desa Banjarsari mulai dari sejarah, kepala daerah, dan data lainnya.

Desa Banjarsari

Tentang Kami

Profil Desa Banjarsari, Nusawungu, Cilacap. Mengupas tata kelola desa tangguh yang proaktif menghadapi ancaman banjir tahunan. Menyoroti sinergi antara ketahanan pertanian, solidaritas warga, dan pembangunan berbasis mitigasi bencana.

  • Komunitas Tangguh Bencana

    Kehidupan desa secara fundamental dibentuk oleh pengalaman dan adaptasi terhadap siklus banjir tahunan, melahirkan komunitas yang memiliki kesiapsiagaan tinggi.

  • Pemerintahan Desa yang Adaptif

    Memiliki tata kelola pemerintahan yang aktif, informatif, dan fokus pada perencanaan serta realisasi pembangunan yang berbasis pada mitigasi risiko bencana.

  • Lumbung Pangan yang Terus Berjuang

    Sektor pertanian tetap menjadi tulang punggung ekonomi, di mana para petaninya menunjukkan resiliensi luar biasa dalam menghadapi risiko gagal panen akibat genangan air.

Pasang Disini

Di wilayah utara Kecamatan Nusawungu, Kabupaten Cilacap, terhampar Desa Banjarsari, sebuah desa agraris yang subur di mana nama seolah menjadi doa sekaligus tantangan. "Banjar" yang berarti barisan atau desa dan "Sari" yang bermakna inti atau bunga, melambangkan sebuah harapan akan desa yang tertata dan makmur. Namun nama ini juga beririsan dengan kata "Banjir," sebuah realitas alam yang harus dihadapi warganya setiap tahun. Kisah Desa Banjarsari bukanlah sekadar cerita tentang perjuangan pasif melawan bencana, melainkan potret sebuah pemerintahan desa dan komunitas yang terorganisir, adaptif, dan proaktif dalam mengelola risiko demi menjaga harapan tersebut tetap hidup.

Profil Geografis: Terletak di Cekungan Sungai dan Saluran Irigasi

Secara geografis, Desa Banjarsari menempati posisi yang membuatnya sangat produktif sekaligus rentan. Berdasarkan data dari situs resmi desa, luas wilayahnya mencapai 407,5 Hektar, sebagian besar merupakan lahan persawahan. Desa ini dialiri oleh sungai-sungai besar seperti Sungai Wawar dan berbagai saluran irigasi Serayu, yang menjadi sumber kehidupan bagi pertanian.

Namun, letaknya di dataran rendah yang berbentuk cekungan membuatnya menjadi titik kumpul alami bagi air saat curah hujan tinggi. Ketika sungai-sungai tersebut meluap, Desa Banjarsari menjadi salah satu wilayah yang paling terdampak. Menurut data kependudukan tahun 2024, desa ini dihuni oleh 6.471 jiwa yang tersebar di 7 dusun. Bagi ribuan warganya, hidup di Banjarsari berarti belajar untuk hidup berdampingan dengan dinamika air.

Banjir sebagai `Tamu` Tahunan yang Dikelola

Banjir di Desa Banjarsari bukanlah sebuah anomali, melainkan fenomena siklus yang dapat diprediksi. Setiap memasuki puncak musim penghujan, warga dan aparat desa sudah meningkatkan kewaspadaan. Genangan air yang merendam jalan, rumah, dan area persawahan menjadi sebuah pemandangan yang harus dihadapi dengan kesiapan.

Yang membedakan adalah pendekatannya. Banjir tidak lagi dipandang sebagai musuh yang datang tiba-tiba, melainkan sebagai "tamu" tahunan yang kedatangannya harus dikelola dan dampaknya harus diminimalisir. Pendekatan ini mengubah mentalitas dari reaktif menjadi proaktif, di mana mitigasi dan kesiapsiagaan menjadi kunci utama.

Pertanian di Atas Lahan yang Rentan

Sektor pertanian merupakan napas kehidupan ekonomi Desa Banjarsari. Namun, napas ini sering kali terasa sesak saat musim banjir tiba. Ratusan hektar tanaman padi yang menjadi tumpuan harapan sering kali harus rela direndam air, menyebabkan kerusakan dan risiko gagal panen (puso) yang tinggi.

Para petani di sini adalah pejuang sejati. Mereka terus beradaptasi, terkadang dengan mengubah jadwal tanam atau memilih varietas padi yang lebih tahan genangan, meskipun sering kali hasilnya tidak maksimal. Perjuangan mereka adalah pertaruhan untuk menjaga agar dapur tetap mengepul dan lumbung desa tetap terisi, sekalipun alam tidak selalu bersahabat.

Tata Kelola Pemerintahan yang Adaptif dan Informatif

Di tengah tantangan ini, peran Pemerintah Desa Banjarsari di bawah kepemimpinan Kepala Desa Sarwono menjadi sangat sentral dan patut diapresiasi. Berbeda dari banyak desa lain, Desa Banjarsari memanfaatkan teknologi informasi sebagai alat penting dalam tata kelola pemerintahannya.

  • Website dan Media Sosial Aktif
    Desa ini memiliki website resmi dan media sosial yang secara rutin memberikan informasi kepada warganya. Saat musim bencana, kanal-kanal ini menjadi sumber informasi vital mengenai peringatan dini, titik-titik genangan, dan lokasi pengungsian.
  • Transparansi Anggaran
    Melalui portal publik, pemerintah desa secara transparan menampilkan realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes). Dari data tersebut, terlihat jelas bahwa alokasi dana yang signifikan diarahkan untuk bidang penanggulangan bencana dan pembangunan infrastruktur pendukung, seperti pembangunan talud, normalisasi saluran, dan peninggian jalan.
  • Koordinasi Lintas Sektor
    Pemerintah desa secara aktif berkoordinasi dengan lembaga lain seperti BPBD Kabupaten Cilacap, TNI, Polri, dan relawan untuk memastikan penanganan bencana berjalan efektif dan efisien.

Kekuatan Komunitas Terorganisir: Gotong Royong dan Tim Siaga Bencana

Kekuatan utama Desa Banjarsari terletak pada komunitasnya yang terorganisir. Semangat gotong royong tidak hanya muncul secara spontan, tetapi terlembagakan dalam tim-tim siaga bencana. Kelompok masyarakat seperti Linmas, Karang Taruna, dan ibu-ibu PKK memiliki peran yang jelas saat darurat bencana. Mereka bahu-membahu dalam proses evakuasi, mengelola dapur umum, mendistribusikan bantuan, hingga bekerja bakti membersihkan lingkungan pasca-banjir. Organisasi sosial yang solid inilah yang membuat masyarakat Banjarsari mampu bangkit dengan cepat setiap kali bencana melanda.

Pembangunan Berfokus Mitigasi: Memanfaatkan Dana Desa secara Strategis

Melihat laporan realisasi anggaran desa, terlihat jelas strategi pembangunan yang dianut. Dana Desa tidak dihamburkan untuk proyek-proyek yang tidak mendesak, melainkan difokuskan pada program yang memiliki dampak langsung terhadap pengurangan risiko bencana. Beberapa contoh pembangunan strategis meliputi:

  • Pembangunan Talud Penahan Tanah
    Untuk mencegah erosi dan longsor di bantaran sungai atau saluran irigasi.
  • Peninggian Badan Jalan (Levelling)
    Memastikan akses utama desa tetap dapat dilalui meskipun area sekitarnya tergenang.
  • Normalisasi dan Pembersihan Saluran Irigasi
    Untuk memperlancar aliran air dan mengurangi potensi sumbatan yang dapat menyebabkan luapan.

Pendekatan ini menunjukkan kecerdasan dalam perencanaan, di mana setiap rupiah anggaran desa diinvestasikan untuk meningkatkan ketahanan dan keselamatan warga.

Visi ke Depan: Menuju Desa yang Lebih Aman dan Berdaya Saing

Visi jangka panjang Desa Banjarsari adalah menciptakan sebuah lingkungan hidup yang lebih aman dari ancaman bencana. Harapan terbesar tetap tertumpu pada proyek mitigasi skala besar dari pemerintah di tingkat yang lebih tinggi, terutama normalisasi komprehensif Sungai Wawar dan sungai-sungai lainnya.

Sambil menanti hal tersebut, desa terus berupaya meningkatkan kapasitas internalnya. Visi ke depan tidak hanya tentang aman dari banjir, tetapi juga tentang meningkatkan kesejahteraan. Ini mencakup diversifikasi ekonomi di luar pertanian, pemberdayaan UMKM agar lebih tahan banting, dan pemanfaatan teknologi untuk meningkatkan produktivitas dan akses pasar.

Cerminan Resiliensi Melalui Tata Kelola yang Baik

Desa Banjarsari memberikan sebuah pelajaran penting tentang kepemimpinan dan resiliensi. Ia membuktikan bahwa tantangan alam sebesar apa pun dapat dihadapi dengan lebih baik melalui tata kelola yang baik, perencanaan yang strategis, dan komunitas yang terorganisir. Desa ini bukan lagi sekadar objek penderita bencana, melainkan subjek aktif yang mengelola risikonya sendiri. Di tengah kepungan air, Desa Banjarsari justru menunjukkan betapa kokohnya fondasi sosial dan pemerintahan yang mereka bangun, menjadi inspirasi bagi desa-desa lain yang menghadapi tantangan serupa.